Kamis, 13 Desember 2007

Braga tempo doeloe













Braga tempo doeloe
Kalo sekarang yang mulai populer di Bandung adalah Cihampelas Walk pernah ke sana maka waktu jaman hindia belanda dulu, jalan Braga merupakan sentra pertokoan terkemuka. Kensep yang dicetuskan oleh walikota Bandung saat itu, B. Coops. Ia menginginkan Bragaweg jadi sentra pertokoan di Nederland Indies yang bergaya barat. Sebenarnya pada awalnya sebelum tahun 1882 nama yang diberikan adalah jalan pedati, pedatiweg, yang kemudian pada tahun tersebut, asisten residen Bandung, Pieter Sitjhoff, merubahnya menjadi Bragaweg. Nama yang diambil dari nama kelompok tonil yang didirikannyaKabarnya jalan Braga sekarang tak lagi menjadi sentra perbelanjaan, bahkan kesan kumuh mulai tampak. Sayang sekali jika hal ini terjadi. Jalan yang pernah menjadi salah satu judul lagunya Habas Mustapha, bakal membuat kota Bandung kehilangan salah satu daya tariknya.
Pak Sumarsongko yang lahir 76 tahun yang lalu di kota Bandoeng menulis:Saya teringat sekali dengan Bragaweg, karena setiap hari saya lewat jalan tsb dari sekolah saya di Logeweg (sekarang Jalan Wastukancana) no. 3, di samping greja. Waktu itu, Jalan Braga seperti Fifth Avenue-nya Bandoeng, sangat ekslusif untuk orang-orang Belanda yang berbelanja maupun yang makan-minum di Maison Bogerijen (sekarang Bandung Permai).

Sayangnya bangunan Braga Permai sekarang sudah di permak. Padahal saya masih ingat, waktu kecil dulu saya sering di ajak bapak saya untuk duduk-duduk di teras Braga Permai sambil makan es krim.


TemPO Doelu

Postweg Bandoeng
Salah satu proyek kolosal pada jaman penjajahan dulu adalah proyek pembuatan jalan raya pos (Postweg) . Pembuatan jalan yang diprakarsai oleh Gubernur Jendral pada waktu itu, Daendels, dimulai pada tahun 1811. Jalan Raya yang menghubungi Anyer di ujung barat pulau Jawa dan Panarukan di ujung timur pulau Jawa, tak hanya terbilang wah di jaman itu tapi juga menelan banyak korban buruh pribumi. Kota Bandoeng merupakan salah satu kota yang terlewati jalan raya ini. Postweg yang membelah kota Bandoeng dari barat ke timur, sekarang ini menjadi 3 jalan utama yaitu: jalan Sudirman di sebelah barat, jalan Asia-Afrika di tengah kota, dan jalan Ahmad Yani di timur kota Bandoeng.





Kabupaten Bandoeng
Kabupaten Bandung merupakan pendamping kota Bandung sejak dulu. Jika kota Bandung tak pernah berubah banyak. Maka kabupaten Bandung selalu mengalami perubahan. Contoh yang mudah adalah ibukta kabupaten Bandung. Jika dahulu -seingat saya- ibukota kabupaten Bandung bertempat di kota Bandung. Tepatnya di sebelah selatan alun-alun kota bandung. Kemudia pada tahun 80-an (atau 90-an?) ibukota kabupaten pindah ke Soreang, kota kecil di selatan Bandung. Kota kecil yang pasti terlewati jika kita pergi Pangalengan. Foto di bawah ini adala foto pusat pemerintahan kabupaten Bandung yang bertempat di selatan alun-alun kota Bandung










Minggu, 09 Desember 2007

Tourism industry





























Tourism industry


Bandung has served for popular weekend-break destination for people living in Jakarta for many reasons. The cooler climate of highland plantation area, the varieties of food, the cheaper fashion shops located in factory outlets and distros, golf courses, and the friendliness of local people have become the main attraction of the city.

In the 1990, local designers opened denim clothing stores along Cihampelas Street which gave Bandung another nickname, the "Tourist Shopping City" (Kota Wisata Belanja). It was a success as the-then residential street had been fully transformed into a "jeans street". The city attracts people from other big cities to buy local fashion wears, as they are cheaper than branded items.

The city gained more shoppers to come when textile factories in the outskirt of Bandung opened a fashion store that sells their products directly from the factory. The products are tagged as sisa export (rejected or over-produced export quality items) and these shops are called factory outlets. The trend was followed by another factory outlets.....more article

The Pasupati Bridge













Bandung

The Pasupati Bridge on top of resident houses.
Flag of Bandung
Flag Official seal of Bandung Seal
Nickname: Kota Kembang (City of Flowers)
Motto: Bermartabat ('dignity')
Bandung (Indonesia)
Location of Bandung in Indonesia
Coordinates: [show location on an interactive map] 6°57′S 107°34′E / -6.95, 107.567
Country Indonesia
Province West Java
Government
- Mayor Dada Rosada Area
- Total 167.67 km² (64.74 sq mi)
Elevation 768 m (2,520 ft)
Population (2004)
- Total 2,510,982
- Density 14,976/km² (5,782/sq mi)
Time zone WIB (UTC+7)

Bandung is the capital of West Java province in Indonesia, and the country's fourth largest city. Located 768 m (2,520 ft) above sea level, Bandung has relatively year-around cooler temperature than most other Indonesian cities. The city lies on a river basin and surrounded by volcanic mountains. This topology provides the city with a good natural defense system, which was the primary reason of Dutch East Indies government's plan to move the colony capital from Batavia to Bandung.

The Dutch colonials first opened tea plantantions around the mountains in the eighteenth century, followed by a road construction connecting the plantation area to the capital (180 km or 112 miles to the northwest). The European inhabitants of the city demanded the establishment of a municipality (gemeente), which was granted in 1906 and Bandung gradually developed itself into a resort city for the plantation owners. Luxurious hotels, restaurants, cafes and European boutiques were opened of which the city was dubbed as Parijs van Java.

After Indonesian independence, the city experienced a rapid development and urbanization that has transformed Bandung from idyllic town into a dense 15,000 people/km² metropolitan area, a living space for over 2 million people. Natural resources have been exploited excessively, particularly in the conversions of protected upland area into highland villa and real estates. Although the city has encountered many problems, ranging from waste disposal, floods to chaotic traffic system, Bandung however still has its charm to attract people flocking into the city, either as weekend travellers or living in.

Sabtu, 08 Desember 2007

Era di jajah















Era Pajajaran

Pada tahun 1488, daerah yang sekarang dikenal dengan nama Bandung tadinya adalah ibukota Kerajaan Padjajaran. Tetapi dari penemuan arkeologi kuno, kita mengetahui bahwa kota tersebut adalah rumah bagi Australopithecus, Manusia Jawa. Orang-orang ini tinggal di pinggiran sungai Cikapundung sebelah Utara Bandung, dan di pesisir Danau Bandung yang terkenal. Artifak Batu Api masih dapat ditemukan di daerah Dago atas dan di Museum Geologi terdapat gambar dan fragmen dari sisa tengkorak dan artifak.

Masyarakat Sunda adalah petani-petani yang bergantung pada kesuburan tanah di Bandung. Mereka mengembangkan tradisi lisan yang hidup yang didalamnya mencakup pertunjukan wayang golek, dan banyak jenis pertunjukan musik lainya. "Ada sebuah kota bernama Bandung, berisikan 25 sampai 30 rumah," tulis Juliaen de Silva pada tahun 1614.

Era Kolonial Belanda

Pencapaian dari petualangan bangsa Eropa untuk mencoba keberuntungan mereka di tanah yang subur dan makmur di Bandung, mengarahkan mereka akhirnya pada tahun 1786 saat pembuatan jalan dibangun menghubungkan Jakarta, Bogor, Cianjur dan Bandung. Arus ini meningkat pada tahun 1809 saat Louis Napoleon, penguasa Belanda, memerintahkan Gubernur Jendral H.W. Daendels, untuk meningkatkan pertahanan di Jawa melawan Inggris. Visinya adalah sebuah unit rantai pertahanan dan sebuah jalan untuk persediaan barang antara Batavia dan Cirebon. Tapi daerah pantai ini banyak terdapat rawa-rawa, dan lebih mudah untuk membangun jalan ke arah selatan, melewati dataran tinggi Priangan.

The Groote Postweg (Jalur Pos Terhebat) dibangun 11 mil ke arah utara sampai ke jantung kota Bandung. Seperti biasa dengan kecekatannya, Daendels memerintahkan bahwa ibukota direlokasikan ke jalan tersebut. Bupati Wiranatakusumah II memilih sebuah tempat di bagian selatan jalan dari sisi sungai sebelah barat Cikapundung, dekat sepasang sumur keramat, Sumur Bandung, yang menurut rumor di lindungi oleh dewi Nyi Kentring Manik. Di daerah ini dia membangun dalemnya (istananya) dan alun-alun (pusat kota). Mengikuti orientasi tradisional, Mesjid Agung di tempatkan di sisi selatan, dan pasar tradisional di sisi timur. Rumahnya dan Pendopo (tempat pertemuan) terletak di bagian selatan menghadap gunung keramat Tangkuban Perahu. Saat itulah Kota Kembang lahir.

Sekitar pertengahan abad ke 19, Amerika Selatan cinchona (quinine), teh Assam, dan kopi diperkenalkan pada para dataran tinggi. Pada akhir abad itu Priangan terdaftar sebagai daerah pertanian paling menguntungkan se-profinsi. Pada tahun 1880 rel kereta api menghubungkan Jakarta dan Bandung telah selesai, dan menjanjikan perjalanan selama 2 1/2 jam dari keramaian ibukota Jakarta ke Bandung.

Dengan perubahan gaya hidup di Bandung, hotel, cafe, pertokoan muncul untuk melayani para petani yang entah datang dari dataran tinggi atau dari ibukota sampai daerah pesiar di Bandung. Kalangan masyarakat Concordia terbentuk dan dengan ruang tarinya yang besar merupakan magnet yang menarik orang untuk menghabiskan akhir pekan di kota. Hotel Preanger dan Savoy Homann adalah hotel-hotel pilihan. Braga di sepanjang trotoarnya terdapat toko-toko eksklusive Eropa.

Dengan adanya rel kereta api, cahaya perindustrian berkembang. Begitu panen tanaman mentah telah dapat langsung dikirimkan ke Jakarta untuk pengiriman lewat laut ke Eropa, sekarang proses utama dapat dilakukan secara efisien di Bandung. Orang Cina yang tidak pernah tinggal di Bandung berangsur-angsur datang untuk membantu menjalankan beberapa fasilitas dan mesin dan pelayanan bagi industri-industri baru. Pecinan muncul pada masa ini.

Pada masa awal abad ini, Pax Neerlandica di proklamasikan, menghasilkan perubahan dari pemerintahan militer menjadi sipil. Dengan ini muncul polis tentang desentralisasi untuk meringankan beban administrasi dari pemerintahan pusat. Dan demikianlah Bandung menjadi kotamadya pada tahun 1906.

Perubahan ini memberikan dampak besar pada kota. Balai kota dibangun di ujung utara Braga untuk mengakomodasi pemerintahan yang baru, terpisah dari sistem masyarakat yang asli. Ini kemudian di ikuti oleh pengembangan yang jauh lebih besar saat markas besar militer dipindahkan dari Batavia ke Bandung sekitar tahun 1920. Tempat yang dipilih adalah di bagian timur Balai Kota, dan yang didalamnya terdapat tempat tinggal bagi Panglima perang, kantor, barak, dan gudang persenjataan.

Pada awal abad ke-20 kebutuhan untuk mempunyai seorang profesional yang memiliki kemampuan khusus menggerakan pendirian sekolah tinggi teknik yang disponsori oleh warga kota Bandung. Pada saat yang sama rencana untuk memindahkan ibukota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung sudah matang, kota ini di perluas ke utara. Distrik ibukota ditempatkan di bagian timur laut, daerah yang tadinya adalah persawahan, dan sebuah jalan raya direncanakan untuk dibuat sepanjang 2.5 kilometer menghadap Gunung Tangkuban Perahu dengan Gedung Sate di ujung selatan, dan sebuah monumen kolosal disisi lainnya. Pada kedua sisi dari gedung yang megah ini akan terdapat permukiman bagi kantor-kantor milik permerintahan kolonial.

Sepanjang bantaran sungai Cikapundung diantara pemandangan alam terdapat Kampus Technische Hoogeschool, asrama dan bagian pengurus. Bangunan tua kampus ini dan pemandangannya mencerminkan arsiteknya yang genius Henri Maclain Pont. Di bagian barat daya disediakan untuk rumah sakit dan institute Pasteur, di lingkungan pabrik kina yang tua. Pembangunan ini direncanakan dengan sangat teliti mulai dari arsitekturnya dan perawatan secara detail. Tahun sebelumnya tidak lama sebelum pecahnya perang dunia ke 2 merupakan tahun keemasan bagi Bandung dan dikenang sebagai Bandung Tempoe Doeloe.

Tonggak-Era Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, Bandung menjadi ibukota provinsi Jawa Barat. Bandung merupakan tempat terjadinya konferensi Bandung pada tanggal 18 April - 24 April 1955 dengan tujuan untuk promosi ekonomi dan kerjasama budaya antara negara Afrika dan Asia, dan untuk melawan ancaman kolonialisme dan neokolonialisme oleh Amerika Serikat, Uni Soviet atau negara-negara imperialis lainnya.

Seni Budaya Bandung

Seni Budaya
Jelajahi dan nikmati seni dan budaya Bandung sebagai pusat seni dan budaya sunda. disini anda dapat menikmati angklung, wayang, benjang, jaipong, dan berbagai seni budaya lainnya.















Wisata Alam
Bandung merupakan kawasan yang dikelilingi oleh pegunungan. Kawasan hijau yang meliputi hutan lindung, kawah gunung berapi, perkebunan, air terjun, air panas dan bumi perkemahan. Bandung menyajikan pemandangan alam, udara segar, dan kesejukan yang luar biasa......more article